| pernah merasa sekosong ini? |
Bicara tentang perjalanan hidup,
hidupku selalu diawali dengan terima kasih dan diakhiri dengan maaf?
Kenapa terimakasih harus
mendahului dan maaf mengakhiri? Bukankah lebih baik mengakui kesalahan lebih
baik dengan maaf? Ataukah aku yang selalu merasa tidak punya salah?
TIDAK, aku mendahulukan
terimakasih karena akan membuatmu tersenyum, dan maaf akan membuatmu lega.
Sehingga seterusnya kamu akan tersenyum lega, puas, dan lepas!
Tiba-tiba perasaan yang sama
seperti yang kurasakan sebelumnya terulang. Perasaan saat aku hampir wisuda
dari pesantren dulu, perasaan seakan aku tidak akan lagi menemukan hidup indah,
perasaan seakan aku tak akan lagi melihat semua yang pernah aku lihat, perasaan
seakan aku tak akan lagi mempunyai teman seperti mereka. Kali inipun sama, tak
akan ada lagi rencana-rencana bersama, tak akan ada lagi saling bagi rasa, tak
akan ada lagi decak tawa, marah yang
membahagiakan, lelucon yang menggelikan, hal-hal kecil yang mengundang gelak
tawa. Semua seakan tidak pernah aku miliki dan aku rasa. Selesai sudah, meski
kenyataannya nanti beda. Pasti ada meski tak sama!
Sejak tahun 2010 aku membangun
hidupku sendiri, merantau dan melepaskan diri dari keluarga. Sebuah kenekatan
dan tantangan, di tengah segala ketidak-PeDe-anku berada di lingkungan baru, dengan
semua kecanggungan yang harus kuatasi mengantarkanku mengenal beberapa orang
baru. Diantaranya sampai saat ini masih menjadi teman karib yang solid, meski
aku tidak berani mengatakan mereka adalah sahabat. Sebab aku tak yakin mereka
menganggapku demikian. Amel, Denisa, Diah dan Mella mereka masih solid menjadi
kawan sejawat yang menjadi anak kampus tak berujung. Mengingat bahwa sebentar
lagi aku akan meninggalkan mereka sejenak membuatku ingin menangis.
Pada saat itu kontan membuatku
meraih handphone dan mengirim pesan melalui group di Whatsapp,
menyampaikan bahwa waktuku sudah usai. Waktu dengan rencana-rencana yang belum
mabrur, waktu dengan semua keinginan yang belum tuntas. Karenanya untuk sekedar
menunaikan dari sekian rencana aku dan mereka membuat keinginan, atau
mewujudkan keinginan dengan membuat rencana. Sederhana, hanya menghabiskan
waktu di luar radar kampus, menghabiskan masa bersama di area luar. Area yang
belum kita jajaki bersama meski sudah berulang kita ke sana. Dengan pesan-pesan
itu akhirnya ditentukan putusan akhir, Kota Tua sisa bangunan lama dan beberapa
museum menjadi target lokasi, dan hari senen adalah pilihan hari, serta
berangkat pagi sebagai ketentuan waktu.
Senin pun tiba, seiring dengan
kerancuan. Mella mengabari tragedi, Diah masih tak kunjung ada kabar, dan
denisa masih dengan segala kekacauan jaringan. Waktu terus berlalu tanpa mampu
dihentikan, kuundur kepergian menjadi jam 9, masih bergulat pendapat. Aku risau
dan mulai kecewa, Amel sudah siap dengan aba-aba keberangkatannya. Sedang aku
belum juga punya kepastian, kucari cara bagaimana agar aku sampai di lokasi,
entah itu ikut kereta atau naik angkot. Hanya saja Amel tak merestui, tetap
pada rencana semula, berkereta sama-sama.
Kalo bisa bareng mending
bareng man.
Kota jauh looh.. krik banget
kalo sendirian.
Pesan Amel di Whatsapp, tetapi
aku sudah was-was. Rencana yang tadinya jam 8 sampai jam 10 belum juga bergerak
tanda terlaksana. Kukirimkan pesan menawarkan pembatalan, karena waktu sudah
tengah hari. Tak cukup lama untuk bercengkrama. Namun amel merajuk, mengatakan
jangan sampai batal. Aku tidak tahu ini karena kemurnian hatinya yang ingin
mewujudkan keinginanku jalan-jalan bersama, atau mungkin karena dia sudah
membatalkan semua janjinya untuk hari itu, dan bisa juga karena dia sudah
terlanjur rapi dan siap beraksi.
Udah Mel cancel aja kali yah.
Udah siang tau
Mending elu ke Blok M dah!
Amel pasti terkejut dengan
pesanku, dipikirnya apa hubungan Kota Tua dengan Blok M? Mungkin yang paling
menghubungkan Kota Tua dan Blok M adalah Transjakarta. Keterkejutannya ia
perjelas dengan balasan: ha? Ngapain ke Blok M?
Kita ketemu di sana ajah
Trus karaokean
Gimana?
Alasanku sederhana, sebelumnya
Amel sudah menyampaikan keinginanya untuk berkaraoke, hanya karena mauku
berpiknik otomatis pilihan adalah area terbuka.
…. Gue sih oke ajah ‘-‘
Yang lain nyusul ke Blok M
gitu?
Kali ini aku tanpa pemaksaan, aku
balas pesan Amel: yang ini gue gak maksa, gue ngajakin elu, kalo yang lain
mau ya gak papa. Di sini murni keinginanku, setelah kurefleksi betapa aku
yang sangat berharap sehingga memeras mau mereka untuk meuwujudkan keinginanku.
Betapa mereka harus merelakan diri melepas kegiatan-kegiatan pribadi. Aku akui
aku egois, karena itu aku batalkan rencana semula sehingga membuka ruang
memilih bagi mereka. Bagiku ditemani Amel yang memang sedari tadi siap diri itu
sudah cukup. Namun, siapa sangka justru ini lebih memeras mereka, lebih memaksa
diri mereka, dengan alami timbul rasa ketidaknyamanan padaku, timbul rasa
kecewa, dan mungkin bersalah.
Begitu dalam pertemanan, kadang
ketulusan membuat ketidaknyamanan. Keikhlasan menjadi kekecewaan. Apapun itu,
hari ini tetap berlalu. Pertemuan masih terlaksana, dimulai dari penantianku di
A&W dengan segelas Sundaes bertoping pisang, kulenyapkan semua rasa yang
sebelumnya tak mereda. Bertemu Amel dan memburu makanan paket murah, yang pada
akhirnya tampak kemahalan dan keterlaluan, itu menghidupkan penyesalan.
Foodcort di Blok M Square memang
sangat fantastis, harganya sesuai kantong mahasiswa. Pandanganku menangkap
penawaran paket pecel yang harganya 10.000, tentu kamu akan mengangguk dan
mengiyakan mauku membeli paket pecel itu. Nasi, tahu tempe, lalapan, dan
kerupuk udang menjadi satu paket yang mengenyangkan dengan harga ekonomis,
hanya 10.000. sepuluh ribu itulah yang membawa Amell serta, mengajaknya membeli
bakso yang harganya sama. Sayangnya Paket Pecel tidak tersedia, kemudian 10.000
berubah menjadi paket 19.000 nasi, ayam bakar dan sebotol air mineral. Satu
kelemahanku, jika sudah pada posisi penawaran terkadang seketika aku terpesona
dan tak berfikir di luar sana ada yang lebih baik. Buruknya lagi setelah
memesan dan membayar Amel menemukan penawaran yang lebih baik lagi, segalanya
Amel bacakan paket makanan sejenis namun dengan banyak tambahan cukup membuatku
sangat, sangat, sangat menyesal.
Selanjutnya penyesalan itu
menjadi candaan, terutama sewaktu Diah berhasil memesan makanan paket nasi,
ayam, tahu, lalapan, sayur asem, kerupuk dan es teh dengan harga 20.000. Berulang kali Amel ulang,
dan mengatakan: Tu kan Man, enakan punya Diah, dapet…. STOP tak mau kudengar
lagi kelanjutannya. Bukan marah, tapi lebih pada rasa ingin mengejek diri.
Namun suasana tak meriah, ada
canggung dan tak nyaman. Diah mungkin masih tak nyaman denganku, dan aku
berusaha menetralisir dengan sikap yang canggung. Sedang Amel tak kuasa
mengendalikan suasana, keyakinannya biarlah berlalu nanti akan kembali semula.
Kecanggungan itu melewati tawa dari nonton bareng My Stupid Boss yang
belakangan menjadi sangat hits, sebuah rencana mendadak dari sebuah keinginan
yang sempat terlewati, nonton bareng. Namun, seberapa banyak tawa yang keluar
tak mengenyahkan rasa canggung. Terlebih ketika aku kembali memaksa mauku makan
nasi bungkus di atas rerumputan seolah itu adalah piknik. Sayangnya, kesempatan
terlewati setelah kita lalui perjalanan dengan lelah kaki, di waktu sore hari,
taman bukan lagi tempat rekreasi.
| gagal! taman tutup sore |
| Makan bersama tetap lanjut |
| beda suasana |
| beda lokasi |
| dan bukan lagi piknik, melainkan buka puasa. |
Sehingga suasana piknik menjadi
suasana buka puasa setelah shalat magrib terlaksana. Aku bisa memenuhi mimpiku
dengan cara yang beda, mewujudkan keinginan di ruang terbuka, di hamparan
pemandangan yang sejuk dan indah. Itu kami temukan di lantai tujuh, di
pelataran masjid Blok M Square.
Berpemandangan langit berawan
sore hari, dengan miniature ka’bah sebagai pohon mimpi, serta angina hangat
serupa keringat Jakarta yang pulang kerja, suasana menjadi renyah penuh certa
dan tawa. Canggung dan sekat sudah tak ada. Mencair bagai es tersiram air
panas. Hangat dan dingin menjadi biasa dan sangat nyaman.
Untuk tawa itu aku berterimakasih, untuk sisa waktu itu aku berterimakasih, untuk kebersamaan itu
aku berterimakasih, untuk mau menerimaku menjadi teman aku berterimakasih,
untuk semua kenangan yang kalian berikan aku berterimakasih. Meski bagi kalian
aku tak berarti, cukup tahu kalian bagiku berarti. Kuharap kalian tersenyum!
Karena itu aku meminta maaf untuk
semua salahku, dari egoisku, sok tahuku, tempramenku, kata kasarku, sikapku,
acuhku, pendendamku, bringasku, paksaanku, dan semua yang membuat kalian tidak
nyaman olehku. Cukup banyak salahku, bahkan aku tak sanggup menghitung. Kuharap
dengan pengakuanku kalian lega!
Dari semua kata-kata manisku, ada
yang kumau, sempatkan doamu untukku, meski ada tak adanya aku di sisimu!
Komentar
Posting Komentar