Setiap perempuan mempunyai cerita lampau.
Tak ubah lainnya, aku juga kau.
Pernah menyimpan rasa dan galau.
Waktu itu aku pernah sekali jatuh hati, pada seseorang yang terus aku amati. Tidak setiap hari, hanya sesekali. Aku melihatnya setiap ada kesempatan aku miliki. Namanya tidak dapat aku sebutkan, tetapi beberapa kawan mengerti julukan, yang aku berikan. Akupuntur begitulah aku menyembunyikan namanya di balik rahasia itu. mungkin aku hampir sama dengan Cinta dan gengnya. Karena setiap kami, sudah tahu pasti, dia bukan sembarang lelaki.
Masa SMA seharusnya waktu itu, aku dengan kawanku bertahta di organisasi sekolahku. Sudah pasti mudah bagiku, melihat dan memilah lalu memilih lelaki yang ingin aku miliki, meski itu sekedar mimpi. Tidak hanya bagiku, bagi kawananku juga berlaku. Berdecak kagum seketika melihat paras tampan dari orang yang bernama lelaki, mengidolakannya setiap hari, menjadi cerita kami, dan akhirnya bermimpi. Makhluk laki-laki sangat langka di lingkungan kami, karna ada jarak yang memisahkan antara putra dan putri. Tetapi putra mempunyai kebebasannya sendiri, bolak-balik dan berkeliaran di kawasan putri. Itu hanya segelintir lelaki dari sekian lelaki yang ada di lingkungan putra.
Aku mengenal lelaki itu dari sebuah nama yang disebut salah satu kawanku, dari ceritanya dia menggantungkan diri padanya, layaknya saudara. Dia kakak kelas dengan rentang waktu empat tahun di atasku, lelaki itu menaruh hatinya pada kakak perempuan kawanku. Sebab itu dia mendekati kawanku, memperlakukannya bagaikan ratu, karena kakak perempuannya yang dia mau. Namun, di tengah kerisauannya tentang perempuan lain, perempuan yang ingin dia punyai. Aku datang dengan surat dari kelas ujian.
Laka, Nimas, Puput, Nido, Elbas, Leydad, Fimus, dan Cumi. Itu nama-nama kawanku. Diantaranya ada Laka dan leydad yang aku bagi, sepenggal rasa yang merisaukan hati.
Bagiku ruang ujian adalah tempat yang terbuka, pintunya adalah keheningan. Ketika pengawas membagikan lembar pertanyaan dan jawaban di waktu yang tak bersamaan, kelas mulai tenang. Dengan doa kami membuka pintu keheningan, yang disusul kemudian suara semilir angin. Kelas menjadi sunyi, suara jarum jatuh menjadi sangat jelas terdengar, bahkan jika ada semut yang berbicara di dekat kami mungkin akan terdengar. Karena tegang membuat semuanya menutup diri, mulut dan segala sesuatu yang menimbulkan bunyi. Tapi bagiku ruang ujian adalah ruang bebasku. Setiap kali aku masuk, dengan semangat aku membabat habis, berfikir, tulis jawaban dan selesai. Bukan karena aku pintar, aku mudah menyelesaikannya. Tapi karena aku ingin masuk pada duniaku lewat pintu sunyi, membalikkan kertas pertanyaan dan menulis di belakangnya.
Begitu aku, puisi dan cerpenku lahir di balik kertas ujianku. Kemudian lembaran itu aku simpan sebagai harta karun, dibacakan pada kawanku yang selalu setia menunggu tulisanku. Kala itu, sesaat setelah aku jatuh hati, kutulis surat di dunia balik kertas ujianku, kutujukan pada lelaki yang aku sebut Akupuntur.
Kusebut Surat Pertama
Surat untukmu...
Maafkan aku sedikit membangunkan tidurmu.
Tapi itu aku lakukan demi menyalurkan denyut listrik yg menyetrum hati ketika aku melìhatmu waktu itu. Aku tidak pernah tahu makna dari denyut yg kualami saat wajahmu tertangkap dalam jerat pandanganku. Aku lunglai, aku tak berdaya.
Maka kuambil saja HP dan mengirim SMS pada Tuhan, mencurahkan apa yg kualami saat melihatmu kala itu. Meski tak ada sinyal bahwa SMSku terkirim, kuulangi lima kali setiap hari dengan tiga kali aku sebut namamu yg kutahu dari temanku. Aku sudah hilang akal, karna aku selalu menahanmu dalam kehidupanku, itu bagiku.
Nanti ketika kau mendapati SMS dari Tuhan sebagai sinyal balasan dri SMSku. Cepat temui aku! Kita hentikan waktu, dalam takdir yg menyatu, di jiwaku dan jiwamu. Selamanya.
Hari ini aku masih takut oleh isolasi diri dalam waktu yg hanyut di lamunanku. Aku hampir lupa hidupku dan mulai bermain dgn kehidupan palsu. Jangan sampai aku benar-benar layu oleh penantian tak terpupus waktu, cepat temui aku!
Entah harapan atau keyakinan bahwa "kau memilikiku dan aku memilikimu" amien...
-Yang Mengharapkan Kebahagiaanmu-
Pada Laka dan Laydad sebagai orang pertama yang membacanya, "Bagus..!" ucap mereka berdua sebagai tanggapan. Laka dan Laydad adalah dua kawan yang kuberitahu, tentang rasa yang menimpaku. Mereka yang memberiku saran menyembunyikan namanya di balik nama Akupuntur. Waktu berjalan, kkulanjutkan ujian, dan di balik lembar ujian kutulis lagi surat kedua dan ketiga.
Kusebut Surat Kedua
Menjumpai lelaki tambatan hati
Lewat surat ini aku taburkan kejujuran yang datang dari hati.
Awal dari segalanya adalah mengagumimu, perwujudan dari mimpi2 yg menghantuiku dari sekian waktu. Kagum itu masuk lewat mimpi dan masuk pada hatiku. Sehingga nadi dan jantung memenjarakannya atas perintah nafas yg selalu menyebut namamu.
Entah kapan, akupun tak pernah tau dan tak pernah sadari kagum itu berganti warna. Menggerogoti jiwa ragakku, menoreh luka berdarah rindu dan bernanah air mata. Melumat separuh waktuku. Hingga dzikirku atasmu.
Tak pernah kuinginkan, menyalur derai air mata tangis rindu lewat kertas ini padamu, namun luka harus diobati, sebab tak hendak aku tercekal kesengsaraan.
Inilah aku yang berwujud cinta, bukan Aisyah yg berpipi delima, bukan Khadijah yg bergelimang harta, bukan pula Fatimah az-Zahroh sang penghuni surga. Aku hanyalah wanita terlahir dari cinta, hidup karen cinta dan kinipun aku terbelenggu oleh cinta.
Tak perlu kau lukis aku dalam rupa jelita di atas kanvas benakmu. Cukup kau membaca tentang apa yang berlaku padaku lewat toreh pena ini. Sebab aku tak kan memintamu memasukkanku dalam palung hatimu setelah kau menentukan siapa pemiliknya.
Biarkan saja aku meleleh disini, di kertas-kertas ini, asal kau hendak merasa apa yang telah kau sisakan dalam diriku. Biar aku mengalir bersama darah kerinduan dan nanah air mata di kolam cinta yang aku bangun sendiri.
Ini hanya tutur dari wanita, kembali pada hakekatmu memandangku seperti apa? Sebab telah kuikhlaskan semua padamu, diriku, hatiku, jasadku, jiwaku dan seluruh milikku adalah keikhlasanku padamu.
Terimakasih pada lelaki pujaan hatiku, telah menerima surat ini dariku.
-Yang mengharapkan kebahagiaanmu-
Kusebut Surat Ketiga
Menjumpaimu kembali...
Maaf...
Betapa aku telah merepotkanmu, betapa ku telah menyita waktumu, betapa ku telah merusak keaadaanmu. Tapi mengingatmu membubuhkan air mata yg selalu menjadi nanah perih di hatiku. Begitu lekat wajah dan senyum indah yang kau miliki itu dalam kain-kain baju yang kukenakan. Bagaimana aku dapat melupakanmu? Sedang kau selalu kukenakan dalam setiap saat. Hingga untuk melupakanmu saja sudah tak dapat kulakukan. Sungguh aku sangat merasa bersalah pada dirimu yg selalu kupenjarakan dalam benakku. Yang kuyakini ini tidak akan pernah kau sukai.
Maaf...
Betapa kumerasa malu di hadapanmu, betapa kumerasa hina di pandanganmu. Mengingat setiap aku bernafas adalah namamu yang kusebut, hingga pada dzikirku saja yang kusebut adalah namamu. Bagaimana aku dapat menghapusmu? Jika namamu saja telah menjadi daging lidahku yang mengontrol segala ucapanku.
Maaf...
Betapa aku merasa bersalah padamu. Mengingat baumu menjadi aromaku yang keluar dari setiap pori-pori pada tubuhku. Lalu bagaimana aku dapat mencucinya? Jika baumu saja berada dalam tubuhku ini.
-Yang Mengharakan Kebahagiaanmu.-
Ujian sudah usai, aku dan kawan-kawan melepas beban, setumpukkan buku ditata rapi, penuh janji tak akan dijamah lagi, setidaknya untuk beberapa hari. Masa ujian, masa tersulit di sekolah. Keluar dari masa itu menjadi sebuah perayaan, entah berteriak histeris, entah melompat girang, atau berlarian, bahkan ada yang melepasnya dengan tidur panjang. Aku, Laka dan Nimas punya caranya, merayakan usainya masa ujian dengan memakan es krim. Istilahnya adalah mendinginkan otak.
Dan satu yang tak terlupakan, memakan yang bukan makanan. Itu juga istilah yang kemudian kami sadur dalam percakapan bahasa arab. Itu adalah sebuah kode, sebuah kata sandi yang hanya kami yang tahu dan mengerti. Jika salah satu dari kami membawa rantang piknik, sejurus kemudian ia berteriak memanggil kami, "hayya na'kul ma'an...!" yang artinya tak jauh beda denga Let's eat together. Maka semua dari kami sumringah berlarian dan sama-sama mencari lokasi paling aman. Tapi jangan kamu anggap kami benar-benar makan, mulut kami mengunyah dan menelan. Yang kami beri makan adalah mata, iya kami menonton film bersama lewat DVD yang tersimpan di dalam rantang piknik yang kami bawa demi melindunginya dari pandangan curiga guru-guru dan siswa lainnya. Kami menontonya sebagai pelepas penat, juga perayaan dengan cara sembunyi-sembunyi. Sekali lagi bukan karena itu film terlarang di usia kami, itu film yang sama yang juga sudah ditayangkan di bioskop, bisa jadi itu adalah film Ada Apa Dengan Cinta? yang tak pernah bosan untuk kami terus putar.
Sampai pada akhirnya, kami kehabisan stok. Dengan alasan yang sama temanku yang mempunyai hubungan dengan lelaki itu hendak mengirim USB dan meminta film baru. Di situ aku nekat, aku kumpulkan serpihan keberanian yang ada dalam diriku. Aku selipkan surat-suratku lewat hiden folder dalam USB itu, dengan perasaan itu akan sampai dan terbaca oleh lelaki itu. Di sini aku mengubah peranku, menjadi Cinta yang melakoni nasib yang sama. Bedanya Cinta disaksikan banyak orang dan itu tidak nyata, tetapi aku adalah kisah rahasia yang hanya beberapa teman yang tahu.
Surat itu, aku tidak tahu bagaimana nasibnya. Sampai saat ini aku masih menaruh rasa ingin tahu, pada saat itu dia membacanya atau tidak? Dia menemukannya atau tidak? Yang aku dapati hanya kawan-kawanku mulai menjauhiku. Seolah aku bukan orang yang mereka kenal, tanpa sapa, tanpa kata. Mereka acuh tak acuh padaku, bahkan jika ada yang hendak berbicara, mereka lakukan dengan rahasia. Memang dulu, sempat aku bercerita pada Laka tentang keinginanku, menyampaikan surat lewat hyden folder pada USB kawanku itu. Sehingga surat itu dapat sampai pada lelaki idamanku. Laka pernah mengatakan jangan. Tapi aku nekat, akhirnya dia yang kecewa banyak.
Karena aku nekat, aku kehilangan kawan-kawanku... meski akhirnya kami bersatu, butuh waktu panjang bagiku mendapat maaf dari kawan-kawanku.
Masa sekolah dan kenanganku sudah terlewati, sampai akhirnya kami lulus dan mengabdi menjadi guru. aku bertugas di kecamatanku. Aku tidak ingat pasti, tapi aku mendapati nomer handphone lelaki itu. Dengan lagak bodohku, aku menghubunginya dan berkata salah sambung. Saling bicara dalam sebuah pesan, itu untuk pertama kalinya aku bisa, bertukar kata pada lelaki idaman. Senang, bahagia, dan mulai berharap mempunyainya menjadi nyata. Hingga di titik masa aku sadar dia bukan orang yang menyukaiku, itu hanya aku. Hanya aku yang menganggapnya begitu, berharap aku dengannya adalah satu. Kupupus semua mauku, lalu menghilang.
Setiap takdir ada tangan Tuhan yang memainkannya.
Di Jakarta, ketika aku menjadi mahasiswa, aku bertemu denganya. Puput yang melihatnya lebih dulu, dengan gaya ringan dan datar dia menanyakan kawanku, yang kita sama-sama tahu, orang yang dia perlakukan bak ratu. Masih aku tangkap jelas wajahnya itu, lelaki tak rupawan, juga tak pantas disebut buruk. berkulit coklat tanah dengan sejumput jenggot di dagunya. Ah, jenggot itulah yang membuatku mengatakan dia rupawan.
Puput dengan lantang menyebut namaku, dan aku sudah tahu. Dia mengingatku, sebab dari matanya yang memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku sempat melihatnya, mulut menganga dan mata penuh takjub. Jika boleh aku besar rasa, aku merasa bagaikan seorang bidadari dipandanginya seperti itu. Jelas hatiku gugup, tanganku gemetar, terlebih lagi Puput dengan sengaja menanyakan setatusnya. "Sudah menikah atau belum?" Dan jawabannya mengejutkan, jika dia sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Bila boleh aku mewakili perasaannya, tentang perempuan yang dia cintai sudah menikah dan beranak, dia masih terus berharap kapan dia tiba menjadi janda. Namun penantiannya berlabuh pada perempuan pilihan bukan dengan cintanya. Dari kabarnya, dia akan menikah dengan perempuan yang siap dinikahi tetapi dia tidak siap mencintai. Perempuan pilihan gurunya.
Mungkin saat itu, jika ada celah aku akan masuk. Karena pandangannya berkata jujur padaku, lewat takjub yang tak bertutur. Seakan dia berkata padaku....
*NOTE
Tak ubah lainnya, aku juga kau.
Pernah menyimpan rasa dan galau.
![]() |
| sumber FB Puput |
Waktu itu aku pernah sekali jatuh hati, pada seseorang yang terus aku amati. Tidak setiap hari, hanya sesekali. Aku melihatnya setiap ada kesempatan aku miliki. Namanya tidak dapat aku sebutkan, tetapi beberapa kawan mengerti julukan, yang aku berikan. Akupuntur begitulah aku menyembunyikan namanya di balik rahasia itu. mungkin aku hampir sama dengan Cinta dan gengnya. Karena setiap kami, sudah tahu pasti, dia bukan sembarang lelaki.
Masa SMA seharusnya waktu itu, aku dengan kawanku bertahta di organisasi sekolahku. Sudah pasti mudah bagiku, melihat dan memilah lalu memilih lelaki yang ingin aku miliki, meski itu sekedar mimpi. Tidak hanya bagiku, bagi kawananku juga berlaku. Berdecak kagum seketika melihat paras tampan dari orang yang bernama lelaki, mengidolakannya setiap hari, menjadi cerita kami, dan akhirnya bermimpi. Makhluk laki-laki sangat langka di lingkungan kami, karna ada jarak yang memisahkan antara putra dan putri. Tetapi putra mempunyai kebebasannya sendiri, bolak-balik dan berkeliaran di kawasan putri. Itu hanya segelintir lelaki dari sekian lelaki yang ada di lingkungan putra.
Aku mengenal lelaki itu dari sebuah nama yang disebut salah satu kawanku, dari ceritanya dia menggantungkan diri padanya, layaknya saudara. Dia kakak kelas dengan rentang waktu empat tahun di atasku, lelaki itu menaruh hatinya pada kakak perempuan kawanku. Sebab itu dia mendekati kawanku, memperlakukannya bagaikan ratu, karena kakak perempuannya yang dia mau. Namun, di tengah kerisauannya tentang perempuan lain, perempuan yang ingin dia punyai. Aku datang dengan surat dari kelas ujian.
Laka, Nimas, Puput, Nido, Elbas, Leydad, Fimus, dan Cumi. Itu nama-nama kawanku. Diantaranya ada Laka dan leydad yang aku bagi, sepenggal rasa yang merisaukan hati.
![]() |
| Laka jaman dulu |
![]() |
| Nimas jaman dulu |
![]() |
| Elbas dan Puput jaman dulu |
![]() |
| Nido (Baju hijau paling belakang), Leydad (berjaket hijau army di belakang), Fimus (baju maroon paling depan) jaman dulu |
Bagiku ruang ujian adalah tempat yang terbuka, pintunya adalah keheningan. Ketika pengawas membagikan lembar pertanyaan dan jawaban di waktu yang tak bersamaan, kelas mulai tenang. Dengan doa kami membuka pintu keheningan, yang disusul kemudian suara semilir angin. Kelas menjadi sunyi, suara jarum jatuh menjadi sangat jelas terdengar, bahkan jika ada semut yang berbicara di dekat kami mungkin akan terdengar. Karena tegang membuat semuanya menutup diri, mulut dan segala sesuatu yang menimbulkan bunyi. Tapi bagiku ruang ujian adalah ruang bebasku. Setiap kali aku masuk, dengan semangat aku membabat habis, berfikir, tulis jawaban dan selesai. Bukan karena aku pintar, aku mudah menyelesaikannya. Tapi karena aku ingin masuk pada duniaku lewat pintu sunyi, membalikkan kertas pertanyaan dan menulis di belakangnya.
Begitu aku, puisi dan cerpenku lahir di balik kertas ujianku. Kemudian lembaran itu aku simpan sebagai harta karun, dibacakan pada kawanku yang selalu setia menunggu tulisanku. Kala itu, sesaat setelah aku jatuh hati, kutulis surat di dunia balik kertas ujianku, kutujukan pada lelaki yang aku sebut Akupuntur.
Kusebut Surat Pertama
Surat untukmu...
Maafkan aku sedikit membangunkan tidurmu.
Tapi itu aku lakukan demi menyalurkan denyut listrik yg menyetrum hati ketika aku melìhatmu waktu itu. Aku tidak pernah tahu makna dari denyut yg kualami saat wajahmu tertangkap dalam jerat pandanganku. Aku lunglai, aku tak berdaya.
Maka kuambil saja HP dan mengirim SMS pada Tuhan, mencurahkan apa yg kualami saat melihatmu kala itu. Meski tak ada sinyal bahwa SMSku terkirim, kuulangi lima kali setiap hari dengan tiga kali aku sebut namamu yg kutahu dari temanku. Aku sudah hilang akal, karna aku selalu menahanmu dalam kehidupanku, itu bagiku.
Nanti ketika kau mendapati SMS dari Tuhan sebagai sinyal balasan dri SMSku. Cepat temui aku! Kita hentikan waktu, dalam takdir yg menyatu, di jiwaku dan jiwamu. Selamanya.
Hari ini aku masih takut oleh isolasi diri dalam waktu yg hanyut di lamunanku. Aku hampir lupa hidupku dan mulai bermain dgn kehidupan palsu. Jangan sampai aku benar-benar layu oleh penantian tak terpupus waktu, cepat temui aku!
Entah harapan atau keyakinan bahwa "kau memilikiku dan aku memilikimu" amien...
-Yang Mengharapkan Kebahagiaanmu-
Pada Laka dan Laydad sebagai orang pertama yang membacanya, "Bagus..!" ucap mereka berdua sebagai tanggapan. Laka dan Laydad adalah dua kawan yang kuberitahu, tentang rasa yang menimpaku. Mereka yang memberiku saran menyembunyikan namanya di balik nama Akupuntur. Waktu berjalan, kkulanjutkan ujian, dan di balik lembar ujian kutulis lagi surat kedua dan ketiga.
Kusebut Surat Kedua
Menjumpai lelaki tambatan hati
Lewat surat ini aku taburkan kejujuran yang datang dari hati.
Awal dari segalanya adalah mengagumimu, perwujudan dari mimpi2 yg menghantuiku dari sekian waktu. Kagum itu masuk lewat mimpi dan masuk pada hatiku. Sehingga nadi dan jantung memenjarakannya atas perintah nafas yg selalu menyebut namamu.
Entah kapan, akupun tak pernah tau dan tak pernah sadari kagum itu berganti warna. Menggerogoti jiwa ragakku, menoreh luka berdarah rindu dan bernanah air mata. Melumat separuh waktuku. Hingga dzikirku atasmu.
Tak pernah kuinginkan, menyalur derai air mata tangis rindu lewat kertas ini padamu, namun luka harus diobati, sebab tak hendak aku tercekal kesengsaraan.
Inilah aku yang berwujud cinta, bukan Aisyah yg berpipi delima, bukan Khadijah yg bergelimang harta, bukan pula Fatimah az-Zahroh sang penghuni surga. Aku hanyalah wanita terlahir dari cinta, hidup karen cinta dan kinipun aku terbelenggu oleh cinta.
Tak perlu kau lukis aku dalam rupa jelita di atas kanvas benakmu. Cukup kau membaca tentang apa yang berlaku padaku lewat toreh pena ini. Sebab aku tak kan memintamu memasukkanku dalam palung hatimu setelah kau menentukan siapa pemiliknya.
Biarkan saja aku meleleh disini, di kertas-kertas ini, asal kau hendak merasa apa yang telah kau sisakan dalam diriku. Biar aku mengalir bersama darah kerinduan dan nanah air mata di kolam cinta yang aku bangun sendiri.
Ini hanya tutur dari wanita, kembali pada hakekatmu memandangku seperti apa? Sebab telah kuikhlaskan semua padamu, diriku, hatiku, jasadku, jiwaku dan seluruh milikku adalah keikhlasanku padamu.
Terimakasih pada lelaki pujaan hatiku, telah menerima surat ini dariku.
-Yang mengharapkan kebahagiaanmu-
*****
Kusebut Surat Ketiga
Menjumpaimu kembali...
Maaf...
Betapa aku telah merepotkanmu, betapa ku telah menyita waktumu, betapa ku telah merusak keaadaanmu. Tapi mengingatmu membubuhkan air mata yg selalu menjadi nanah perih di hatiku. Begitu lekat wajah dan senyum indah yang kau miliki itu dalam kain-kain baju yang kukenakan. Bagaimana aku dapat melupakanmu? Sedang kau selalu kukenakan dalam setiap saat. Hingga untuk melupakanmu saja sudah tak dapat kulakukan. Sungguh aku sangat merasa bersalah pada dirimu yg selalu kupenjarakan dalam benakku. Yang kuyakini ini tidak akan pernah kau sukai.
Maaf...
Betapa kumerasa malu di hadapanmu, betapa kumerasa hina di pandanganmu. Mengingat setiap aku bernafas adalah namamu yang kusebut, hingga pada dzikirku saja yang kusebut adalah namamu. Bagaimana aku dapat menghapusmu? Jika namamu saja telah menjadi daging lidahku yang mengontrol segala ucapanku.
Maaf...
Betapa aku merasa bersalah padamu. Mengingat baumu menjadi aromaku yang keluar dari setiap pori-pori pada tubuhku. Lalu bagaimana aku dapat mencucinya? Jika baumu saja berada dalam tubuhku ini.
-Yang Mengharakan Kebahagiaanmu.-
Ujian sudah usai, aku dan kawan-kawan melepas beban, setumpukkan buku ditata rapi, penuh janji tak akan dijamah lagi, setidaknya untuk beberapa hari. Masa ujian, masa tersulit di sekolah. Keluar dari masa itu menjadi sebuah perayaan, entah berteriak histeris, entah melompat girang, atau berlarian, bahkan ada yang melepasnya dengan tidur panjang. Aku, Laka dan Nimas punya caranya, merayakan usainya masa ujian dengan memakan es krim. Istilahnya adalah mendinginkan otak.
![]() |
| Es krim adalah pelebur penat usai ujian |
![]() |
| Rantang Picnic yang menjadi peti harta karun yang kita sebut 'Tho'am' |
Surat itu, aku tidak tahu bagaimana nasibnya. Sampai saat ini aku masih menaruh rasa ingin tahu, pada saat itu dia membacanya atau tidak? Dia menemukannya atau tidak? Yang aku dapati hanya kawan-kawanku mulai menjauhiku. Seolah aku bukan orang yang mereka kenal, tanpa sapa, tanpa kata. Mereka acuh tak acuh padaku, bahkan jika ada yang hendak berbicara, mereka lakukan dengan rahasia. Memang dulu, sempat aku bercerita pada Laka tentang keinginanku, menyampaikan surat lewat hyden folder pada USB kawanku itu. Sehingga surat itu dapat sampai pada lelaki idamanku. Laka pernah mengatakan jangan. Tapi aku nekat, akhirnya dia yang kecewa banyak.
Karena aku nekat, aku kehilangan kawan-kawanku... meski akhirnya kami bersatu, butuh waktu panjang bagiku mendapat maaf dari kawan-kawanku.
Masa sekolah dan kenanganku sudah terlewati, sampai akhirnya kami lulus dan mengabdi menjadi guru. aku bertugas di kecamatanku. Aku tidak ingat pasti, tapi aku mendapati nomer handphone lelaki itu. Dengan lagak bodohku, aku menghubunginya dan berkata salah sambung. Saling bicara dalam sebuah pesan, itu untuk pertama kalinya aku bisa, bertukar kata pada lelaki idaman. Senang, bahagia, dan mulai berharap mempunyainya menjadi nyata. Hingga di titik masa aku sadar dia bukan orang yang menyukaiku, itu hanya aku. Hanya aku yang menganggapnya begitu, berharap aku dengannya adalah satu. Kupupus semua mauku, lalu menghilang.
![]() |
| kiri-kanan: Elbas, Nimas, Laka, dan aku ketika reoni pertama |
Di Jakarta, ketika aku menjadi mahasiswa, aku bertemu denganya. Puput yang melihatnya lebih dulu, dengan gaya ringan dan datar dia menanyakan kawanku, yang kita sama-sama tahu, orang yang dia perlakukan bak ratu. Masih aku tangkap jelas wajahnya itu, lelaki tak rupawan, juga tak pantas disebut buruk. berkulit coklat tanah dengan sejumput jenggot di dagunya. Ah, jenggot itulah yang membuatku mengatakan dia rupawan.
Puput dengan lantang menyebut namaku, dan aku sudah tahu. Dia mengingatku, sebab dari matanya yang memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku sempat melihatnya, mulut menganga dan mata penuh takjub. Jika boleh aku besar rasa, aku merasa bagaikan seorang bidadari dipandanginya seperti itu. Jelas hatiku gugup, tanganku gemetar, terlebih lagi Puput dengan sengaja menanyakan setatusnya. "Sudah menikah atau belum?" Dan jawabannya mengejutkan, jika dia sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Bila boleh aku mewakili perasaannya, tentang perempuan yang dia cintai sudah menikah dan beranak, dia masih terus berharap kapan dia tiba menjadi janda. Namun penantiannya berlabuh pada perempuan pilihan bukan dengan cintanya. Dari kabarnya, dia akan menikah dengan perempuan yang siap dinikahi tetapi dia tidak siap mencintai. Perempuan pilihan gurunya.
Mungkin saat itu, jika ada celah aku akan masuk. Karena pandangannya berkata jujur padaku, lewat takjub yang tak bertutur. Seakan dia berkata padaku....
"Benarkah kamu Wardah? Wardah yang pernah menyatakan cinta padaku? lewat surat yang tersimpan di hyden folder? benarkah wardah teman adik kecilku? Yang wajahnya dulu tampak kusam, badannya tampak besar, dan bahkan tak layak dipandang? Bagaimana kamu menjadi seperti ini? meski tidak cantik, kamu cukup menarik."Perubahan akan selalu ada, baik aku, kamu, dan dia. Semua bisa menjadi beda dan luar biasa. Itu mungkin padaku berlaku juga. Terimakasih pernah menjadi mantan kekasih khayalanku... Terimakasih pada teman yang mengerti rasaku... Terimakasih... Terimakasih.
*NOTE
Dulu aku tidak berani bercerita tentang dia, Akupuntur Julukannya. Bila Laka membaca ini, mungkin dia akan langsung tahu siapa yang aku maksud. Tapi tidak menutup kemungkinan, Puput, Nimas, Cumi dan yang lainnya juga tahu. Siapapun yang tahu, menyebutnya sekarang dan menceritakannya pada siapapun bukan lagi masalahku. Rasa itu sudah tak aku miliki lagi.
Ini sekedar tulisan mengenang bagaimana kami dulu...








Komentar
Posting Komentar